Kesuksesan Global K-pop Tidak Terjadi Secara Kebetulan
Pada Juli 2016, mega-hit "Gangnam Style" oleh penyanyi Korea Selatan PSY melampaui 2.6 milyar penonton di Youtube. Big Bang, Boy Band pop Korea (K-Pop), memperoleh $44 milyar pada tahun 2015, menjadikannya salah satu dengan bayaran tertinggi di industri. Apa K-Pop hanya lewat melalui keisengan - hanya beberapa lagu yang menjadi viral? Jawabannya adalah tidak. Kesuksesan global K-pop tidak terjadi secara kebetulan, juga bukan hanya sebuah fenomena budaya yang menarik.
Perusahaan K-Pop menulis ulang pedoman untuk industri musik Korea. Tiga faktor yang membuat perbedaan:
Strategi manajemen artis.
Perbedaan utaman antara K-Pop dan industri musik lainnya adalah manajemen artis. Dalam model bisnis tradisional, artis ditemukan oleh pencari bakan atau melalui media audisi. Dalam model K-Pop, perusahaan mencari anak-anak muda berumur 9 tahun atau 10 tahun untuk laki-laki untuk generasi bintang berikutnya. Perusahaan K-Pop sumber dari bakat seni diseluruh dunia. Sebagai contoh, S.M. Entertaiment mengadakan audisi tahun dibeberapa negara, mulai dari U.S ke Kazakhstan, dan memilih individu yang bisa dilatih dan berharga lebih dari 300.000 pelamar.
Pelatihan seberti boot camp. Peserta, yang hidup bersama di asrama yang disediakan perusahaan, dimasukkan kedalam turnamen-turnamen dengan tidak ada jaminan bahwa mereka akan benar-benar debut. Mereka berlatih hingga 12 jam sehari dan mengambil kelas menyanyi, menari dan akting. Mereka juga diajarka bahasa asing seperti Bahasa Inggris, China, Jepang dan Korea untuk orang asing, mempersiapkan mereka untuk pasar internasional terbesar K-Pop. "Setiap kali trainee menyanyikan sebuah lagu, itu harus sempurna" kata Yvonne Yuen, VP dari International Marketing untuk Universal Music. "Seorang trainee melewati rejimen sedikitnya selama 2 tahun sebelum mereka dipilih untuk debut sebagai seorang artis. Aku tidak yakin negera-negar lain atau label musik lain memiliki kesabaran seperti itu."
Hubungan costumer dibangun melalui media sosial.
Perusahaan hiburan K-Pop sangat baik dalam menggunakan Youtube dan media sosial lainnya untuk meningkatkan popularitas artis dan musik baru, berinteraksi dengan penggemar, dan mendistribusikan musik dengan biaya yang relatif rendah. Ketika artis Taeyang merilis debut solo albumnya, "Solar" pada tahun 2010, perusahaan menajemennya, YG Entertaiment, menghabiskan sedikit untuk iklan tradisional. Sebaliknya, perusahaan diselimuti sosial media dalam minggu-minggu sebelum albumnya dirilis, mendorong "Solar" menjadi nomor dua di Itunes R&B grafik penjualan dan nomor 1 di Kanada.
Penggemar K-Pop secara teratur menggunakan media sosial untuk memberikan feedback pada musik dan konser, yang memungkinkan perusahaan untuk lebih mengukur permintaan pasar. Pada Mei 2011, ketika tiket untuk konser S.M. Entertaiment di Paris, menampilkan artis seperti Girls' Generation, Super Junior, SHINee, DBSK dan f(x), terjual habis dalam waktu 15 menit, penggemar menuntut jadwal tambahan tur eropa dengan mengadakan flash mob didepan Louvre dengan koreografi K-Pop. Dengan segera perusahaan menyiapkan konser eropa tambahan, yang juga terjual habis dalam waktu 10 menit.
Melokalisir penawaran produk.
Perusahaan K-Pop telah mengambil langkah-langkah untuk melayani target audiens mereka lebih baik. Banyak bintang besar, seperti Girls' Generation telah merilis album dalam bahasa asing seperti bahasa Jepang dan Inggris, memanfaatkan pelatihan bahasa asing secara intensif selama bertahun-tahun. Mereka telah menerapkan ide penawaran produk yang disesuaikan dengan Performers. Contoh yang paling menonjol adalah Boy Group S.M.Entertaiment, EXO, yang memiliki dua versi: EXO-K ("K" untuk Korea) dan EXO-M ("M" untuk Mandarin). Setiap sub-kelompok memiliki enam anggota dari masing-masing negara. Mereka membawakan lagu dan koreografi yang sama dan memakai kostum yang sama, tapi EXO-K membawakannya dalam bahasa Korea, sedangkan EXO-M dalam bahasa Mandarin. Bayangkan "Backstreet Boys-S (Spanyol) di Mexico.
Perusahaan hiburan K-Pop menunjukkan bagaimana untuk berinovasi model bisnis dengan mengubah asumsi dasar yang sudah ada. Daripada mencari bakat siap pakai, perusahaan K-Pop memproduksinya. Daripada pasar performers secara satu arah, mereka memelihara hubungan dengan pelanggan melalui sosial media. Dan bukannya memperlakukan dunia sebagai satu pasar tunggal, mereka melokalisasi lagu dan bahkan kelompok sehingga mereka benar-benar beresonansi.
Credits:
Source : https://hbr.org/2016/11/k-pops-global-success-didnt-happen-by-accident
Indo Trans: taebangs @ SONE Indonesia News
Post a Comment